Langsung ke konten utama

PSGA dan KUPI Goes to Campus: Seminar Perlindungan Perempuan Dari Pemaksaan Perkawinan di Kalangan Mahasiswa

Kita harus mengetahui dampak dari pernikahan dini yang disebabkan oleh pemaksaan pernikahan.

Foto Bersama Dalam Seminar Perlindungan Perempuan Dari Pemaksaan di Kalangan Mahasiswa. (dok. Titik Rahmawati)

JAWABAN.COM- Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) UIN Walisongo Semarang bekerjasama dengan The Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia dalam program "KUPI Goes to Campus" untuk mengadakan diskusi dengan tema "Seminar Perlindungan Perempuan dari Pemaksaan Perkawinan di Kalangan Mahasiswa" pada Jumat (20/10). 

Diskusi ini dilaksanakan di Ruang Teater lantai 4 Gedung Information Communication Technologies (ICT) dan Perpustakaan Kampus 3 UIN Walisongo Semarang. Pemateri dalam seminar diskusi ini adalah Drs. Sri Dewi Indarjati, MM dan Dr. Khoirotin Nisa, MH yang dimoderatori oleh Ella Izzatin Nada, M.Pd.

Baca Juga: Expo Kemandirian Pesantren Sebagai Ajang Sosialisasi Pesantren

Diskusi dibuka dengan sambutan dari Titik Rahmawati, M.Ag selaku Kepala PSGA UIN Walisongo Semarang. Dalam sambutan tersebut beliau menyampaikan bahwa tujuan diadakan acara ini karena banyaknya kasus pernikahan dini yang disebabkan adanya pemaksaan pernikahan. Beliau juga menyebutkan dampak dari pemaksaan pernikahan dapat berakibat pada fisik, psikis, ekonomi, sosial, dan politik. 

"Maraknya kasus pernikahan dini salah satunya disebabkan karena adanya kasus pemaksaan pernikahan yang mungkin dilakukan orang tua. Padahal dampak dari adanya pemaksaan pernikahan dapat berakibat pada fisik, psikis, ekonomi, sosial, dan politik. Acara ini juga mempromosikan program Jawa Tengah yakni Jo Kawin Bocah," ungkapnya.

Baca Juga: Ilmu Fiqih, Pentingnya Untuk Kita Pelajari!

Materi pertama disampaikan oleh Drs. Sri Dewi Indarjati selaku Kepala Bidang Dinas Pemberdayaan Perlidungan Perempuan dan Anak Keluarga Berencana (DP3AKB) Provinsi Jawa Tengah. Beliau mengatakan bahwa angka pernikahan dini sejak adanya Covid-19 hingga sekarang terus meningkat. 

Beliau juga menjelaskan mengenai pemaksaan pernikahan yang sudah masuk dalam UU No.12 Tahun 2022 Tentang Tindakan Kekerasan Seksual dalam poin 5. Sehingga pemaksaan pernikahan masuk dalam kategori kekerasan seksual.

Baca Juga: Sambut Hari Santri Nasional: UIN Walisongo Semarang Gelar Expo Kemandirian Pesantren

Pada materi kedua yang disampaikan oleh Dr. Khoirotin Nisa, M.H, beliau menjelaskan tentang makna dari pernikahan. Pernikahan menurut Fiqh Syafi'i adalah akad yang mencakup pembolehan melakukan hubungan seksual dengan lafadz nikah (tazwij) ataupun lafadz yang maknanya sepadan. 

Pengertian pernikahan juga dijelaskan pada Pasal 1 UU Perkawinan bahwa pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seseorang pria dan wanita sebagai suami dan istri dengan tujuan membentuk keluarga bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 

Baca Juga: Festival Wayang Orang Semarang, Menyatukan yang Muda dan Tua

Khorotun Nisa menyampaikan bahwa pernikahan harus dilakukan secara islami dengan kedua belah pihak perempuan dan laki laki terdapat rasa cinta kasih dan nyaman. 

"Pernikahan adalah ketika seorang perempuan dan laki-laki merasa saling keterkaitan, nyaman, dan terdapat cinta kasih, sehingga hal tersebut bisa dikatakan pernikahan secara islami. Namun apabila dilakukan secara pemaksaan maka tidak sesuai dengan makna pernikahan yang sebenarnya," ujarnya. 

Baca Juga: Sejarah Perkembangan Produk Pers di Indonesia

Sehingga secara islami, pernikahan harus dilakukan oleh adanya cinta kasih dari kedua belah pihak dan tidak menggunakan metode pemaksaan. 

Editor: Dela Anadra


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kampung Melayu Semarang, Wisata Budaya Sekaligus Sejarah

Kampung Melayu yang berada di Kota Semarang. Wajah baru Kampung Melayu Semarang pada (04/11) (Dok. Putri Afifah) JAWABAN.COM- Kota Semarang merupakan ibu kota dari provinsi jawa Tengah, dimana berbagai cagar budaya terdapat didalamnya. Salah satu yang paling dikenal adalah kawasan Kota Lama. Tidak jauh dari kawasan tersebut terdapat sebuah perkampungan multi-etnis bernama Kampung Melayu. Kampung Melayu yang berkembang dari abad ke-17 ini menjadi tempat pusat perdagangan dan juga penyebaran agama di Kota Semarang. Disini menjadi awal bertemunya pedagang yang berasal dari Tiongkok, Gujarat India, dan Yaman. Sebagian dari mereka secara turun temurun membaur dengan warga lokal dan melahirkan beragam budaya.  Baca Juga:  Kampung Melayu, Pusat Perdagangan Semarang Dimasa Lampau Seorang warga lokal, Dwijo (58) menyatakan bahwa dulunya kawasan Kampung Melayu ini adalah sebuah kanal untuk jalur perdagangan yang banyak dilewati kapal dagang berbagai barang dagangan. maka dari itu banya...

Wisata Embung Kledung, Definisi Berwisata Sambil Bersyukur

  Wisata Embung Kledung, definisi berwisata sambil bersyukur.  Keindahan Gunung Sindoro di Embung Kledung (Dok. Putri Afifah) Assalamu'alaikum, Reader! Siapa nih Sobat Readers yang hobinya healing?   tentu harus dong healingnya bernilai ibadah. Sini deh mimin kasih tahu, rekomendasi tempat healing yang berpotensi buat kita bersyukur akan kebesaran Allah SWT. Sobat Readers, tentu ga asingkan sama ayat ini : فَبِأَىِّ ءَالَآءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ "Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?" pasti sobat Readers sudah tidak asing lagi dengan ayat di surah Ar-Rahman tersebut. salah satu tugas kita sebagai manusia adalah mensyukuri nikmat yang sudah diberikan Allah SWT terhadap umat manusia. salah satunya adalah kita masih bisa bernafas hingga detik ini dan bisa menikmati keindahan yang Allah beri. Tempat wisata alam bisa menjadikan kita lebih bersyukur atas nikmat yang Allah berikan. Kali ini ada salah satu rekomendasi wisata yang bisa masuk ke tujuan Sobat R...

Sejarah Perkembangan Produk Pers di Indonesia

Produk Pers Indoneisa (dok.jawaban.com/Biba) Assalamu'alaikum, Readers! Sebuah dinding yang penuh tulisan rapi, dengan judul diatasnya “Produk Pers”. Dinding ini dijumpai di dalam Monumen Pers Nasional, Solo. Seorang mahasiswa dari UIN Walisongo Semarang, berdiri menghadap dinding tersebut yang seolah-olah bercerita kepadanya tentang peradaban pers dari masa kemasa. Berikut dinding bercerita padanya : Sejarah pers di Indonesia bermula dari adanya penjajahan. Pada tahun 1615 Masehi orang-orang Belanda yang menduduki Batavia, Kepulauan Ambon, dan Maluku memiliki bahan bacaan yang berjudul Memorie der Nouvelles. Sebuah catatan yang dikhususkan untuk bacaan mereka. Dimasa itulah pers di Indonesia mulai berkembang, yang dipelopori oleh para koloni Belanda di tanah Nusantara. Setelah catatan yang berjudul Memorie der Nouvelles muncul, lahirlah produk cetak pertama pemerintah Hindia-Belanda yang bernama Bongaaish Verdag  pada 15 Maret 1668. Baca juga : Rilis Tema dan Logo Hari Santri Nas...