Langsung ke konten utama

Expo Kemandirian Pesantren Sebagai Ajang Sosialisasi Pesantren

Memanfaatkan acara Expo Kemandirian Pesantren ini sebagai ajang untuk menyosialisasikan pesantren kepada masyarakat.

Pengunjung di Planetarium UIN Walisongo Semarang membeludak, untuk kunjungi Expo Kemandirian Pesantren pada hari terakhir (21/10). (Dok. JAWABAN.COM/Heru Sofyan)

JAWABAN.COM- Mensosialisasikan pesantren terhadap masyarakat melalui selembaran merupakan hal umum. Berbeda dengan beberapa pesantren yang memanfaatkan acara Expo Kemandirian Pesantren yang diadakan di Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang sebagai ajang sosialisasi pesantren mereka. 

"Jauh-jauh dari Temanggung mengikuti acara expo ini tidak lain untuk mengenalkan pesantren kami kepada masyarakat. Dan mengenalkan produk pesantren kami juga," ucap Quratul, santri Pesantren Darul Muttaqien Temanggung. 

Baca Juga: Sambut Hari Santri Nasional: UIN Walisongo Semarang Gelar Expo Kemandirian Pesantren

Banyaknya pengunjung yang hadir di acara Expo Kemandirian Pesantren ini juga karena adanya rasa penasaran mereka terhadap hal yang ada di pesantren. 

Pengunjung mengira acara expo pesantren hanya berisi pameran kitab saja. Namun di luar dugaan, karena ternyata pada acara ini juga terdapat beragam produk yang dihasilkan oleh para santri. 

Baca Juga: Sejarah Perkembangan Produk Pers di Indonesia

"Awalnya saya tidak tahu kalo pesantren itu menerapkan ilmu dunia juga, saya kira pesantren hanya belajar ilmu agama saja. Ternyata begitu banyak ilmu yang dipelajari di pesantren," ucap Isti, seorang pengunjung wali murid dari salah satu sekolah dasar di Semarang.

Adanya acara Expo Kemandirian Pesantren tersebut dapat memberikan edukasi sekaligus memperkenalkan kreativitas santri kepada masyarakat. 

Baca Juga: Rasulullah Sebagai Suri Tauladan Dalam Kepemimpinan

Dari kreativitas santri yang diperkenalkan dan diunggulkan dalam acara Expo Kemandirian Pesantren membuat pengunjung yakin untuk memfasilitasi pendidikan anaknya di pesantren. 

"Adanya acara ini membuat saya tambah yakin untuk menyekolahkan anak saya di pesantren. Karena ilmu yang diterapkan begitu lengkap dan melatih santrinya untuk berwirausaha. Jadi saya yakin jika menyekolahkan anak saya di pesantren, kemampuan yang diperoleh dapat menyejahterakan hidupnya kelak," tutur Isti saat di wawancara.

Editor: Dela Anadra

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kampung Melayu Semarang, Wisata Budaya Sekaligus Sejarah

Kampung Melayu yang berada di Kota Semarang. Wajah baru Kampung Melayu Semarang pada (04/11) (Dok. Putri Afifah) JAWABAN.COM- Kota Semarang merupakan ibu kota dari provinsi jawa Tengah, dimana berbagai cagar budaya terdapat didalamnya. Salah satu yang paling dikenal adalah kawasan Kota Lama. Tidak jauh dari kawasan tersebut terdapat sebuah perkampungan multi-etnis bernama Kampung Melayu. Kampung Melayu yang berkembang dari abad ke-17 ini menjadi tempat pusat perdagangan dan juga penyebaran agama di Kota Semarang. Disini menjadi awal bertemunya pedagang yang berasal dari Tiongkok, Gujarat India, dan Yaman. Sebagian dari mereka secara turun temurun membaur dengan warga lokal dan melahirkan beragam budaya.  Baca Juga:  Kampung Melayu, Pusat Perdagangan Semarang Dimasa Lampau Seorang warga lokal, Dwijo (58) menyatakan bahwa dulunya kawasan Kampung Melayu ini adalah sebuah kanal untuk jalur perdagangan yang banyak dilewati kapal dagang berbagai barang dagangan. maka dari itu banya...

Sejarah Perkembangan Produk Pers di Indonesia

Produk Pers Indoneisa (dok.jawaban.com/Biba) Assalamu'alaikum, Readers! Sebuah dinding yang penuh tulisan rapi, dengan judul diatasnya “Produk Pers”. Dinding ini dijumpai di dalam Monumen Pers Nasional, Solo. Seorang mahasiswa dari UIN Walisongo Semarang, berdiri menghadap dinding tersebut yang seolah-olah bercerita kepadanya tentang peradaban pers dari masa kemasa. Berikut dinding bercerita padanya : Sejarah pers di Indonesia bermula dari adanya penjajahan. Pada tahun 1615 Masehi orang-orang Belanda yang menduduki Batavia, Kepulauan Ambon, dan Maluku memiliki bahan bacaan yang berjudul Memorie der Nouvelles. Sebuah catatan yang dikhususkan untuk bacaan mereka. Dimasa itulah pers di Indonesia mulai berkembang, yang dipelopori oleh para koloni Belanda di tanah Nusantara. Setelah catatan yang berjudul Memorie der Nouvelles muncul, lahirlah produk cetak pertama pemerintah Hindia-Belanda yang bernama Bongaaish Verdag  pada 15 Maret 1668. Baca juga : Rilis Tema dan Logo Hari Santri Nas...

PSGA dan KUPI Goes to Campus: Seminar Perlindungan Perempuan Dari Pemaksaan Perkawinan di Kalangan Mahasiswa

Kita harus mengetahui dampak dari pernikahan dini yang disebabkan oleh pemaksaan pernikahan. Foto Bersama Dalam Seminar Perlindungan Perempuan Dari Pemaksaan di Kalangan Mahasiswa. (dok. Titik Rahmawati) JAWABAN.COM- Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) UIN Walisongo Semarang bekerjasama dengan The Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia dalam program "KUPI Goes to Campus" untuk mengadakan diskusi dengan tema "Seminar Perlindungan Perempuan dari Pemaksaan Perkawinan di Kalangan Mahasiswa" pada Jumat (20/10).  Diskusi ini dilaksanakan di Ruang Teater lantai 4 Gedung Information Communication Technologies (ICT) dan Perpustakaan Kampus 3 UIN Walisongo Semarang. Pemateri dalam seminar diskusi ini adalah Drs. Sri Dewi Indarjati, MM dan Dr. Khoirotin Nisa, MH yang dimoderatori oleh Ella Izzatin Nada, M.Pd. Baca Juga:  Expo Kemandirian Pesantren Sebagai Ajang Sosialisasi Pesantren Diskusi dibuka dengan sambutan dari Titik Rahmawati, M.Ag selaku Kepala PSGA UIN Walisong...