Langsung ke konten utama

Buka Sejak 1994, Gado-Gado Bu Tri Menjadi Rekomendasi Kuliner Di Kauman Semarang

Gado-gado khas Kampung Kauman
Warung Gado-Gado Bu Tri di teras rumahnya. (Dok. Putri Afifah)

Kauman Semarang merupakan daerah yang memiliki berbagai macam dagangan serta kuliner yang menyebar disetiap sudutnya. Terletak tidak jauh dari pasar Johar Semarang, terdapat sebuah kuliner Gado-Gado tepat di samping Masjid Agung Kauman.

Bermodalkan meja dan gerobak kecil di depan rumah saja, makanan tradisional ini mampu menarik wisatawan untuk mencicipi kelezatan gado-gado khas Kampung Kauman. Pemilik warung tersebut bernama Tri, perempuan yang berasal dari kabupaten Kebumen. 

Baca juga : Pesan Dakwah Dalam Penentuan Awal Bulan Qamariah

Sebelumnya, ada perjalanan kehidupan yang tidak mudah bagi Tri. Pada 1985, Tri memutuskan untuk bekerja di Semarang dan kemudian menikah di 1988. Namun setelah menikah, Tri beserta keluarga memutuskan untuk pindah ke Indramayu karena harus mengikuti karir suaminya. Pada 1992 Tri dan keluarga memutuskan untuk kembali ke Semarang dan berjualan gado-gado pada 1994.

Memutuskan kembali ke Semarang, tepat di Jl. Kauman Krendo No.16, Bangunharjo, Kec. Semarang Tengah, Kota Semarang, Tri akhirnya membuka usaha kuliner di teras rumahnya, yaitu gado-gado.

Warung kecil itu mulai buka pada pukul 11.00 sampai sore, sedangkan pada hari minggu warung tersebut tutup. Tidak hanya berjualan gado-gado, tetapi Tri juga menjual makanan lain seperti gorengan, bubur mutiara, bihun goreng, serta dawet. Semua yang dijual itu dimasak sendiri menggunakan bahan dan bumbu berkualitas yang Tri beli di pasar Johar.

Baca Juga : es dawet durian pasar johar.

Berbagai macam jualan bu tri. (Dok. Putri Afifah)

"Semua ini saya yang masak sendiri, dengan membuka warung jam 11 saya masih bisa belanja pagi di pasar Johar dan mulai masak sekitar jam 06.00. Belanja sendiri, masak sendiri jadi insyaallah makanannya juga menggunakan bahan-bahan yang baik," jelas Tri, (18/10).

Dengan mematok harga Rp15.000 untuk setiap porsi gado-gado dan gorengan Rp1.500/pcs nya, cocok untuk semua orang yang ingin menikmati makanan dengan harga yang masih terjangkau dan porsi yang cukup.

Gado-Gado Bu Tri dengan Porsi yang Cukup. (Dok. Putri Afifah)

Dengan cita rasa sambal kacang yang khas resep dari beliau menjadi ciri khas gado-gado tersebut.

Baca juga : Sejarah Masjid Menara Layur Sebagai Media Dakwah

"Aslinya untuk gado-gado Semarang, semuanya sama untuk isian. Ada selada, kol, lontong, tomat, kerupuk, dan emping. Namun, yang bisa membedakan adalah rasa dari bumbu kacangnya. Pasti setiap penjual memiliki ciri khas rasa masing-masing," tuturnya.


Penulis : Putri Afifah Fitrianingtyas

Editor   : Raudatunnisa

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kampung Melayu Semarang, Wisata Budaya Sekaligus Sejarah

Kampung Melayu yang berada di Kota Semarang. Wajah baru Kampung Melayu Semarang pada (04/11) (Dok. Putri Afifah) JAWABAN.COM- Kota Semarang merupakan ibu kota dari provinsi jawa Tengah, dimana berbagai cagar budaya terdapat didalamnya. Salah satu yang paling dikenal adalah kawasan Kota Lama. Tidak jauh dari kawasan tersebut terdapat sebuah perkampungan multi-etnis bernama Kampung Melayu. Kampung Melayu yang berkembang dari abad ke-17 ini menjadi tempat pusat perdagangan dan juga penyebaran agama di Kota Semarang. Disini menjadi awal bertemunya pedagang yang berasal dari Tiongkok, Gujarat India, dan Yaman. Sebagian dari mereka secara turun temurun membaur dengan warga lokal dan melahirkan beragam budaya.  Baca Juga:  Kampung Melayu, Pusat Perdagangan Semarang Dimasa Lampau Seorang warga lokal, Dwijo (58) menyatakan bahwa dulunya kawasan Kampung Melayu ini adalah sebuah kanal untuk jalur perdagangan yang banyak dilewati kapal dagang berbagai barang dagangan. maka dari itu banya...

PSGA dan KUPI Goes to Campus: Seminar Perlindungan Perempuan Dari Pemaksaan Perkawinan di Kalangan Mahasiswa

Kita harus mengetahui dampak dari pernikahan dini yang disebabkan oleh pemaksaan pernikahan. Foto Bersama Dalam Seminar Perlindungan Perempuan Dari Pemaksaan di Kalangan Mahasiswa. (dok. Titik Rahmawati) JAWABAN.COM- Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) UIN Walisongo Semarang bekerjasama dengan The Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia dalam program "KUPI Goes to Campus" untuk mengadakan diskusi dengan tema "Seminar Perlindungan Perempuan dari Pemaksaan Perkawinan di Kalangan Mahasiswa" pada Jumat (20/10).  Diskusi ini dilaksanakan di Ruang Teater lantai 4 Gedung Information Communication Technologies (ICT) dan Perpustakaan Kampus 3 UIN Walisongo Semarang. Pemateri dalam seminar diskusi ini adalah Drs. Sri Dewi Indarjati, MM dan Dr. Khoirotin Nisa, MH yang dimoderatori oleh Ella Izzatin Nada, M.Pd. Baca Juga:  Expo Kemandirian Pesantren Sebagai Ajang Sosialisasi Pesantren Diskusi dibuka dengan sambutan dari Titik Rahmawati, M.Ag selaku Kepala PSGA UIN Walisong...

Sejarah Makam Habib Toha Ada Di Tengah Perkotaan

Makam Habib Toha Bin Muhammad Bin Yahya terletak di Jalan Depok, Kembangsari, Semarang. Makam tersebut terletak di tengah perkotaan. Makam Habib Toha Bin Muhammad Bin Yahya, Jln, Depok, Kembangsari Semarang (dok. JAWABAN.COM/Afifah) JAWABAN.COM - Habib Toha Bin Muhammad Bin Yahya, seorang Habib atau keturunan Nabi Muhammad yang berdakwah di tanah Nusantara. Habib Toha melaukan dakwah di Nusantara berawal dari tragedi penyelamatan Sri Sultan Hamengkubuwono I dari Koloni Belanda. Setelah tragedi itu, Habib Toha meminang anak Sri Sultan Hamengkubuwono I sebagai istrinya. Kisah dakwahnya di Yogyakarta, Habib Toha berdakwah sambil berdagang tekstil. Tekstil yang dijualnya adalah kain-kain khas Yogyakarta. Perjalanan dagangnya dimulai dari pesisir selatan (Yogyakarta) sampai pesisir utara (Semarang). Pelabuhan Semarang menjadi titik dagang tekstil Habib Toha. Setelah beberapa tahun berdagang di Semarang, Habib Toha mendirikan Padepokan (Pesantren). Baca Juga : Pesantren Life Skill Daarun Na...