Menunda Kekalahan merupakan novel yang ditulis oleh Todung Mulya Lubis. Beliau merupakan seorang diplomat, ahli hukum penyelesaian sengketa, dan juga menjadi tokoh penggerak HAM (Hak Asasi Manusia). Menunda Kekalahan merupakan novel yang pertama kali ia tulis.
Novel Menunda Kekalahan karya Todung Mulya Lubis (dok.jawaban.com/Fikriya Labiba) |
JAWABAN.COM- Novel Menunda Kekalahan menjadi novel based on true story karena menceritakan pengalaman asli Todung ketika menjadi tim pengacara pada kasus penyelundupan narkoba Bali Nine. Walaupun dalam novel tetap ada bagian yang pastinya tidak dijelaskan secara rinci, karena ini adalah produk novel fiksi.
Novel Menunda Kekalahan menceritakan bagaimana perjalanan pengacara yang bernama Topan dalam menangani kasus dua narapidana hukuman mati karena menyelundupkan narkoba. Pada awal bab memang terlihat sangat spoiler, karena pada bagian ini penulis menjelaskan bagaimana rasa putus asa Topan yang gagal dalam menentang hukuman mati bagi dua narapidana tersebut.
Baca Juga: Momentum Kongres Pemuda II, Lahirnya Sumpah Pemuda
Topan, merupakan pengacara yang sudah terbiasa dalam menangani kasus bisnis atau kasus perdata. Namun dia juga menjadi salah satu tokoh yang membela hak asasi manusia. Karena hal tersebut, dia diminta oleh Pemerintah Australia untuk menjadi tim pengacara dalam kasus penyelundupan narkoba dua narapidana warga Australia, yakni Misa dan Allan yang dijatuhi hukuman mati.
Diceritakan bahwa Topan sangat tidak suka dengan narkoba karena barang tersebut merupakan musuh nomer satu di Indonesia, tetapi disisi lain dia tidak setuju apabila hukuman bagi mereka adalah hukuman mati.
Baca Juga: Festival Wayang Orang Semarang, Menyatukan yang Muda dan Tua
Menurutnya, hukuman mati adalah hukuman yang melanggar prinsip dan nilai HAM (Hak Asasi Manusia). Mereka memang harus dihukum seberat-beratnya, namun baginya hukuman mati tidak boleh dilakukan. Setelah menimbang selama hampir sebulan, akhirnya Topan dan rekan karyawannya menyetujui untuk mengambil kasus tersebut.
Allan dan Misa ditangkap di Denpasar Bali karena membawa narkoba yang akan diselundupkan ke Australia. Mereka dituduh sebagai bandar utama narkoba karena diindikasi melakukan perdagangan narkotika Internasional, sehingga mereka dijatuhi hukuman mati. Dalam novel ini ditulis bagaimana keadaan mereka selama di penjara sembari menunggu selama sepuluh tahun untuk eksekusi hukuman mati.
Perjalanan Topan untuk mendapat keadilan bagi Misa dan Allan sangatlah menguras tenaga dan pikiran. Apalagi dalam tulisan ini Topan menjadi tokoh pengacara kontroversial karena dianggap membela terpidanan kasus narkoba asal Australia, sebab pada tahun tersebut dijelaskan bahwa hubungan Indonesia dan Australia sedang memanas.
Selama menangani kasus ini, Topan melihat bagaimana sisi lain dari Allan dan Misa yang menurut kepala penjaga lapas bahwa sebenarnya mereka adalah orang baik. Selama di tahanan, mereka lebih dekat Tuhan dan juga melakukan kebaikan dengan membantu para tahanan untuk meluangkan waktu dengan belajar melukis. Hal tersebut semakin membuat Topan untuk membela mereka untuk mendapatkan keadilan untuk hidup.
Baca Juga: Sejarah Perkembangan Produk Pers di Indonesia
Namun hal tersebut gagal dilakukan, karena pengadilan tetap memutuskan bahwa Allan dan Misa tetap mendapatkan hukuman mati. Bagian yang membuat hati terasa sesak adalah ketika sebelum dilakukan eksekusi, Allan menikahkan kekasihnya di Nusa Kumbangan, tempat dimana dia akan dieksekusi mati. Suasana ketika akan dilakukan eksekusi sangat sedih dengan mencekam. Topan tidak ingin membebaskan mereka dari penjara, hanya saja dia berjuang agar hukuman mati tidak dijatuhkan pada mereka.
Novel ini sangat cocok bagi pembaca yang senang atau menyukai mengenai kasus hukum pidana apalagi hukum di Indonesia, karena dalam novel ini banyak dijelaskan bagaimana hukum Indonesia berjalan dalam kasus Misa dan Allan sehingga dapat menambah pengetahuan.
Baca Juga: Kajian Ustadz Hannan Attaki Diikuti Oleh Kalangan Muda
Novel ini memberikan gambaran bagaimana hak hidup dikalahkan oleh sistem aturan pidana yang dianggap melanggar HAM (Hak Asasi Manusia), serta menolak rehabilitasi untuk terpidana menjadi manuasia yang menyadari kesalahan dan berubah menjadi manusia lebih baik lagi.
Penulis : Fikriya Labiba
Editor: Dela Anadra
Komentar
Posting Komentar