Langsung ke konten utama

Kampung Batik: Jejak Warisan Budaya di Semarang

Batik adalah sebuah sebuah kerajinan khas Indonesia yang masuk ke dalam cagar budaya untuk tetap dilestarikan. 

Kampung Djadhoel menjadi salah satu konsep dari Kampung Batik (dok.jawaban.com/Kholit)

JAWABAN.COM- Kota Semarang memiliki sebuah kampung yang dahulunya menjadi sentra pelopor batik di Indonesia. Kampung Batik terletak di Jalan Batik, Purwodinatan, Kecamatan Semarang Tengah, Kota Semarang. 

Saat perjalanan mengunjungi kampung tersebut pada (02/11), saya sempat kebingungan dan agak tersesat saat mencari Kampung Batik. Akhirnya kami mencoba bertanya kepada warga sekitar mengenai letak Kampung Batik. Setelah mencari, ternyata Kampung Batik berada di sebelah Museum Kota Lama Semarang. Gang Kampung Batik memang terlihat kecil dengan gapura yang menurut saya sudah tidak terlihat jelas tulisan yang menunjukkan bahwa itu adalah Kampung Batik.

Baca Juga: Diperingati Hari Menanam Pohon Indonesia, Ternyata Begini Awal Mulanya

Sampainya di Kampung Batik, saya pikir dalam pikiran Kampung Batik adalah sebuah kampung yang semua penghuninya memiliki sentra kerajinan batik di setiap rumah. Namun hanya beberapa rumah saja yang memproduksi batik. 

"Iya disini memang Kampung Batik, tapi cuma beberapa rumah saja yang produksi batik. Salah satunya rumah ini juga menjual Batik Semarang," ucap Rizki selaku penjaga kedai minuman di Kampung Batik.

Baca Juga: Menunda Kekalahan: Perjuangan Hak Hidup dalam Menolak Hukuman Mati

Sebelumnya saya sempat kebingungan untuk mencari tempat parkir, karena daerah Kampung Batik sangat padat rumah dan gangnya sangat sempit. Sehingga merasa sungkan jika saya memarkirkan kendaraan, sampai akhirnya saya menemuka tempat yang sepertinya cocok dan aman sehingga tidak menganggu perjalanan warga sekitar

Kampung Batik telah ada sejak abad ke-16. Namun pada saat Jepang menduduki Indonesia, Kampung Batik dibumi hanguskan sehingga tidak ada kegiatan masyarakat. Kemudian pada tahun 2006, Kampung Batik ditata ulang sehingga masyarakat kembali memproduksi batik. 

Baca Juga: Momentum Kongres Pemuda II, Lahirnya Sumpah Pemuda

"Itu ada rumah yang tulisan sentra kerajinan Batik, dulu pemiliknya salah satu dosen Universitas Muhammdiyah Surakarta (UMS) tapi sekarang udah ditinggal dan sudah engga terawat," kata Pak Lurah.

Kampung Batik memiliki sembilan RT dengan konsep berbeda-beda dan yang saya kunjungi ternyata RT 4. Konsep yang ada di RT 4 ini adalah Kampung Djadhoel. Kampung Djadhoel bukan konsep kampungnya yang bernuansa jadul dan ketinggalan jaman, tetapi konsep tersebut adalah singkatan dari Belanja dan Dolan-Dolan (Djadhoel). 

Baca Juga: Taman Bendung Tirtonadi : Rekomendasi Tempat Untuk Menikmati Sunset

"Kampung ini konsepnya Djadhoel tapi bukan berarti ketinggalan jaman, tapi Djadhoel ini singkatan dari Belanja dan Dolan-Dolan," ucap Pak Lurah.

Kampung Djadhoel tersebut banyak dikunjungi oleh wisatawan baik lokal maupun interlokal, bahkan mancanegara. Setiap hari mayoritas wisatawan yang datang untuk belajar sejarah batik, belajar membatik, hingga mencoba berbagai kuliner yang ada di Kampung Djadhoel ini.

Baca Juga: Festival Wayang Orang Semarang, Menyatukan yang Muda dan Tua

Namun karena saya mengunjungi saat sore hari masyarakat tidak melakukan aktivitas melayani wisatawan, tetapi mereka menyempatkan istirahat dengan berbaur bersama para masyarakat yang lain. Pada saat itu masyarakat sedang menonton acara lomba PKK yang diselenggarakan oleh pemerintah kota. Mereka sangat ramah hingga mengajak saya untuk ikut menonton bersama.

Kekaguman saya terhadap Kampung Batik ini adalah keramahtamahan mereka berbaur dengan masyarakat lain bahkan dengan wisatawan seperti saya. Setiap bertemu dengan masyarakat Kampung Batik, mereka selalu memberikan senyuman yang sangat hangat. 

Baca Juga: Masjid Syeikh Zayed: Replika Keindahan Grand Mosque di Abu Dhabi

Harapan awal Kampung Batik ini menjadi kampung yang setiap rumahnya memiliki sentra kerajinan batik, namun ternyata hanya beberapa saja. Tetapi, hal tersebut dibayar dengan keramahtamahan masyarakatnya ketika menyambut tamu atau wisatawan saat berkunjung ke Kampung Batik. Sehingga menjadikan saya sendiri ingin kembali mengunjungi Kampung Batik dan lebih banyak mengobrol dengan para masyarakatnya.

Penulis: Fikriya Labiba

Reporter: Fikriya Labiba dan Kholit

Editor: Dela Anadra 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kampung Melayu Semarang, Wisata Budaya Sekaligus Sejarah

Kampung Melayu yang berada di Kota Semarang. Wajah baru Kampung Melayu Semarang pada (04/11) (Dok. Putri Afifah) JAWABAN.COM- Kota Semarang merupakan ibu kota dari provinsi jawa Tengah, dimana berbagai cagar budaya terdapat didalamnya. Salah satu yang paling dikenal adalah kawasan Kota Lama. Tidak jauh dari kawasan tersebut terdapat sebuah perkampungan multi-etnis bernama Kampung Melayu. Kampung Melayu yang berkembang dari abad ke-17 ini menjadi tempat pusat perdagangan dan juga penyebaran agama di Kota Semarang. Disini menjadi awal bertemunya pedagang yang berasal dari Tiongkok, Gujarat India, dan Yaman. Sebagian dari mereka secara turun temurun membaur dengan warga lokal dan melahirkan beragam budaya.  Baca Juga:  Kampung Melayu, Pusat Perdagangan Semarang Dimasa Lampau Seorang warga lokal, Dwijo (58) menyatakan bahwa dulunya kawasan Kampung Melayu ini adalah sebuah kanal untuk jalur perdagangan yang banyak dilewati kapal dagang berbagai barang dagangan. maka dari itu banya...

PSGA dan KUPI Goes to Campus: Seminar Perlindungan Perempuan Dari Pemaksaan Perkawinan di Kalangan Mahasiswa

Kita harus mengetahui dampak dari pernikahan dini yang disebabkan oleh pemaksaan pernikahan. Foto Bersama Dalam Seminar Perlindungan Perempuan Dari Pemaksaan di Kalangan Mahasiswa. (dok. Titik Rahmawati) JAWABAN.COM- Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) UIN Walisongo Semarang bekerjasama dengan The Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia dalam program "KUPI Goes to Campus" untuk mengadakan diskusi dengan tema "Seminar Perlindungan Perempuan dari Pemaksaan Perkawinan di Kalangan Mahasiswa" pada Jumat (20/10).  Diskusi ini dilaksanakan di Ruang Teater lantai 4 Gedung Information Communication Technologies (ICT) dan Perpustakaan Kampus 3 UIN Walisongo Semarang. Pemateri dalam seminar diskusi ini adalah Drs. Sri Dewi Indarjati, MM dan Dr. Khoirotin Nisa, MH yang dimoderatori oleh Ella Izzatin Nada, M.Pd. Baca Juga:  Expo Kemandirian Pesantren Sebagai Ajang Sosialisasi Pesantren Diskusi dibuka dengan sambutan dari Titik Rahmawati, M.Ag selaku Kepala PSGA UIN Walisong...

Sejarah Makam Habib Toha Ada Di Tengah Perkotaan

Makam Habib Toha Bin Muhammad Bin Yahya terletak di Jalan Depok, Kembangsari, Semarang. Makam tersebut terletak di tengah perkotaan. Makam Habib Toha Bin Muhammad Bin Yahya, Jln, Depok, Kembangsari Semarang (dok. JAWABAN.COM/Afifah) JAWABAN.COM - Habib Toha Bin Muhammad Bin Yahya, seorang Habib atau keturunan Nabi Muhammad yang berdakwah di tanah Nusantara. Habib Toha melaukan dakwah di Nusantara berawal dari tragedi penyelamatan Sri Sultan Hamengkubuwono I dari Koloni Belanda. Setelah tragedi itu, Habib Toha meminang anak Sri Sultan Hamengkubuwono I sebagai istrinya. Kisah dakwahnya di Yogyakarta, Habib Toha berdakwah sambil berdagang tekstil. Tekstil yang dijualnya adalah kain-kain khas Yogyakarta. Perjalanan dagangnya dimulai dari pesisir selatan (Yogyakarta) sampai pesisir utara (Semarang). Pelabuhan Semarang menjadi titik dagang tekstil Habib Toha. Setelah beberapa tahun berdagang di Semarang, Habib Toha mendirikan Padepokan (Pesantren). Baca Juga : Pesantren Life Skill Daarun Na...